Tidak ada postingan.
Tidak ada postingan.

Bermain

Anak Kami

Najwa dan Haikal

Alhamdulillah, kami dikarunia satu pasang anak perempuan yang cantik dan anak laki-laki yang ganteng. Sang kakak, Najwa (4,5 tahun) dan si adik Haikal (3,5 tahun). Banyak hal yang bisa kami pelajari dari mereka. Pokoknya, kami tak pernah bosan melihat perkembangannya. Kadang, di waktu senggang kami menyempatkan diri, menulis seputar perkembangan fisik dan psikologisnya.
Haikal Suka Meniru
Sebagai adik, si Haikal memiliki karakter peniru, bisa dikatakan peniru ulung. Inilah yang menjadi masalah kami, sebagai orang tua.
Istriku, Khairiah (33), heran juga dengan kebiasaan meniru si Haikal, terutama meniru yang salah. Kebiasaan buruk Najwa, sang kakak sangat banyak, jadi dengan mudah ditiru Haikal.
Tapi ada kebiasaan baik yang biasa dilakukan Najwa juga ditiru Haikal. Misalnya soal minum susu, Najwa lah jagonya. Sementara Haikal paling sulit minum susu.
Sampai umur 2,5 tahun, Haikal masih nyusu dengan emaknya. Kebiasaan ini menjadi masalah bagi istriku, terutama di malam hari, Haikal tidak bisa lepas dari susu istriku.
Masalah lainnya, Haikal sejak bayi mudah terbangun, tidur nyenyaknya singkat. Ada suara sedikit saja, dia langsung terjaga dari tidur.
Kebiasaan nenen (nyusu dengan emakknya) ini juga membuat istriku risih. Misalnya saat di tengah perjalanan kami mengendarai sepeda motor, dia sering merengek minta nenen.
Belum lagi di saat-saat genting dan urusan kami menumpuk, dia merengek pula ingin nenen. Maklumlah, kalau di bus, ada aturan ‘’Dilarang mengeluarkan anggota badan.’’ Pokoknya, masalahlah bagi kami.
Prilaku meniru Haikal ini yang menjadi modal untuk mengubah kebiasaannya. Mula-mula kami tanpa sengaja mendengar, si Haikal minta susu botol. Kami pikir ini sekadar permintaan biasa, namun setelah kami coba berikan padanya satu botol kecil, ternyata dihabiskannya.
‘’Haikal minun susu ya! Tengok kakak minun susu botol (susu bubuk yang dicampur air dimasukan ke dalam botol susu),’’ ujarku pada anak bungsuku ini.
Awalnya, Haikal enggan. Tapi entah mengapa, karena dilihat kakaknya minum susu botol, dia pun akhirnya mau mencobanya.***


Haikal Pelit
Karakter si Najwa, dia pemurah, mudah memberikan apa saja yang dimiliki pada orang lain, tapi kalau dengan adiknya dia sedikit agak pelit. Sementara Haikal, karakternya agak pelit, bukan hanya pada orang lain, dengan kakak, emak dan abahnya sendiri pun, khususnya kalau barang miliknya itu adalah barang kesukaan atau kesayangannya.
Suatu hari, kami sempat membanding-bandingkan antara mainan yang dibelikan untuk Najwa dengan Haikal. Dari jumlah mainan yang ada, ternyata jumlah mainan Haikal jauh lebih banyak dibandingkan milik Najwa. Padahal si Najwa sering dibelikan mainan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa ini terjadi? Jawabannya, sangat mudah. Ya, karena barang mainannya banyak yang hilang.***

Najwa Pintar Berkelit
Setiap yang dianggapnya benar oleh anakku Najwa, dia akan mendukungnya dengan sejumlah alasan. Pokoknya, dia berusaha membuat agar apa yang dilakukan itu adalah benar dan harus segera dilkamikan.
Bagaimana menghadapi sikapnya ini? Ini artinya si Najwa sudah mampu membangun argumentasi yang dianggapnya benar, tinggal mengarahkan agar argumentasinya itu digunakan untuk berdebat pada hal-hal yang baik dan benar.
Seharusnya kita sebagai orang tua bersyukur memiliki anak yang mampu membangun argumentasi sehingga ke depan dia akan mengembangkan kamampuan tersebut dalam hal-hal yang lebih positif.
Namun umumnya orang tua merespon kemampuan anak berkelit atau beragumentasi ini dianggap hal yang buruk, sebab kemampuan ini digunakan anak untuk melawan orang tua untuk meloloskan keinginannya.
Di satu sisi memang buruk, karena biasanya argumentasi anak dibangunnya untuk meng-gol-kan keinginannya. Misalnya anak ingin makan es kream di pagi hari dan dia dalam keadaan flu. Dia akan berusaha menyakinkan orang tua, bahwa apa yang dimintanya itu (es kream) adalah tindakan yang benar. Biasanya dia bilang, ‘’Makan es krem itu sehat. Es kream tidak membuat orang sakit’’. Atau mengancam dengan berbagai alasan: ‘’Nanti Wawa nangis dan sebagainya’’.
Nah, melihat alasan yang disampaikannya ini, coba anak diajak dialog, bahwa apa yang dilkamikan itu salah –Biasanya anak enggan berdialog, dia langsung saja mengklaim apa yang dikatakan orang tua itu adalah salah.
Coba bangun kemampuan beragumentasi anak tersebut dengan mengajaknya dialog. Pancing dan pancing lagi. Tapi perlu diingat, kemampuan anak akan semakin tajam dalam beragumentasitasi, sehingga ke depan orang tua akan kesulitan menghadapinya. Di sinilah perlunya teori agama, bahwa melawan orang tua itu dilarang agama, tapi jangan sampai mematahkan atau menumpulkan potensinya.***


Najwa Belajar Ngaji
Najwa sudah belajar mengaji sekitar dua bulan, yakni dengan metode iqra. Saat ini umurnya empat tahun lebih satu bulan, begitulah kira-kira. Ada kesulitan yang kami rasakan. Pertama, sudah dua bulan belajar mengaji tapi baru huruf Tsa saja, bahkan lebih sering memilih huruf A (alif) dan Ba.
Yang menjadi kerisauan kami adalah, mengapa sangat lambat dibandingkan anak orang lain –atau anak-anak lainnya juga sama, yakni lambat memahami buku iqra jilid pertama ini--. Sebagai orang yang pernah dididik ilmu keguruan, kami pun berpikir, bahwa ini wajar. Dia masih memperlajari ilmu yang dianggapnya tidak bermanfaat bagi dirinya. Bagaimana solusinya? Ya, disiplin dalam mengajar dan beri reward.
Yang menjadi masalah, kami selkami orang tua, tidak banyak waktu untuk mengajari mereka. Sepertinya kami harus membagi waktu untuk mengajar ngaji. Tanpa ini perkembangan belajar ngaji si Najwa pun terabaikan.***

Mereka Setiap Hari Berkelahi
Kebiasaan aneh yang setahun ini kami lihat adalah setiap hari Najwa dan Haikal terus berkelahi. Bahkan intensitasnya terus meningkat, dan aksi yang mereka lkamikan pun semakin menyeramkan, sesuai dengan perkembangan tubuh mereka. Si Haikal semakin berani melawan kakaknya, dan sebaliknya kakaknya pun memukulnya dengan keras.
Secara fisik, hal ini memang wajar, sebab badan mereka memerlukan gerak. Tangan mereka tentunya memerlukan latihan untuk digerakkan dengan semestinya. Au masih ingat saat kami masih kanak-kanak dulu. Setiap hari kami bermain ke sana ke mari. Pokoknya energiku untuk bermain tak pernah habis. Yang menjadi masalah, saat ini Haikal dan Najwa tinggal di kota dan rumah yang sempit. Tentunya mereka tidak bisa bermain layaknya kami masih kecil. Ujung-ujungnya, mereka pun lompat-lompat di atas tempat tidur dan kelahi untuk menggerakan badannya.
Untuk itu, perlu solusi bagaimana agar mereka dapat bermain –bergerak melompat dan lari ke sana-sini, layaknya kami masih kecil--. Mungkin mereka diajak berenang seminggu sekali atau ke ladang atau kegiatan lainnya yang menguras tenaga mereka, sehingga pertumbuhan fisik mereka pun sempurna.
Nah, menyikapi permainan mereka yang suka melompat-lompat dan kelahi itu, seharusnya kami perlu memikirkan bagaimana agar dapat mengajak mereka bermain yang memerlukan gerak fisik. Supaya intensitas perkelahian mereka pun berkurang.
Selain itu juga perlu arahan, bahwa berkelahi dengan keluarga sendiri itu tidak baik dan bisa membahayakan diri. Bila perlu, salah satu di antara mereka dihukum, hingga jera. Hari ini, hari Ahad, saatnya mereka kami ajak bermain atau bekerja untuk menyalurkan perkembangan fisiknya.***
Makanya mas, kalau lagi bingung konsultasi sama isteri, bukan sama tulisan sendiri. Kamu sih nganggap isterimu nonsen, ginilah jadinya. Kamu nulis sendiri, jalan dengan pikiran sendiri, padahal apa yang kamu tulis gak semua benar menurut kami. Artinya apa ? harmonis hubungan anak dengan anak berawal dari suasana hubungan emak n abahnya, kita. Kita ini kompak pa egois? Mas mikir kami egois? Mas juga egois. Ada apa-apa gak mau cerita ma isteri. Cerita ma computer. Isterimu computer ya. Computer itu ibu anak-anakmu, gitu?

Masalah Gigi Haikal
Sejak pertama kali tumbuh, gigi haikal memang agak rapuh. Sampai-sampai kini gigi atasnya habis semua, tinggal gigi taring yang juga mulai rusak. Terkadang dia merasakan nyeri, namun karena dia belum mampu menjelaskan sakit yang dirasakannya, kami pun kadang tak bisa memahaminya.
Selain itu, gigi yang rapuh itu ternyata masih menyisakan akar di gusinya. Ini mungkin yang menyebabkan rasa nyeri. Kondisi gigi yang parah ini kontradiksi dengan selera makannya yang suka memakan benda-benda keras, dan juga bonbon.
Pernah suatu hari, Haikal mengahabiskan puluhan bonbon, sampai-sampai pada malam harinya dia merasakan nyeri sangat. Mungkin sudah saatnya, dia kami bawa ke dokter gigi, tanpa harus menunggu besok dan besok. Selain itu, pola makan dan menjaga kesehatan giginya harus dijaga.
Gigi haikal udah pernah kita konsultasikan ke dokter gigi, ingat? Mana mas ingat. Yang nanya waktu itu cuman kami. Mas ntah ngapain, jangan–jangan asik nikmatin cantik wajah dokter giginya kalee! Jadi katanya waktu itu anak kalau belum 6 tahun belum boleh diapa-apakan giginya. Yang penting asupan kalsiumnya diusahakan dan usahakan giginya selalu bersih. Terus kalau siap makan manis, minumkan air putih, ingat gak?**

Tersenyum

Tersenyum
Istriku sayang bersama si Najwa